Senin, 28 Februari 2011

sejarah kerajaan janggala


KERAJAAN JENGGALA


Janggala, adalah salah satu dari dua kerajaan pecahan Kahuripan pada tahun 1049 (satu lainnya adalah Kadiri), yang dipecah oleh Airlangga untuk dua puteranya. Airlangga membagi Kahuripan menjadi dua kerajaan untuk menghindari perselisihan dua puteranya, dan ia sendiri turun tahta menjadi pertapa. Wilayah Kerajaan Janggala adalah bagian utara Kerajaan Kahuripan.

Tak banyak yang diketahui peristiwa di Kerajaan Janggala, karena Kadiri-lah yang cukup dominan. Raja pertama Kerajaan Janggala adalah Jayanegara. Diganti oleh putranya: Wajadrawa. Kemudian putri mahkota Wajadrawa, Kirana, menikah dengan Raja Kediri. Janggala kembali dipersatukan dengan Kadiri ketika Raja Kadiri Kameswara (1116-1136) menikah dengan puteri Kerajaan Janggala: Kirana. Dengan demikian, berakhirlah riwayat Kerajaan Janggala.

Janggala adalah salah satu dari dua pecahan kerajaan yang dipimpin oleh Airlangga dari Wangsa Isyana. Kerajaan ini berdiri tahun 1042, dan berakhir sekitar tahun 1130-an. Lokasi pusat kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.


Pembagian Kerajaan oleh Airlangga

Pusat pemerintahan Janggala terletak di Kahuripan. Menurut prasasti Terep, kota Kahuripan didirikan oleh Airlangga tahun 1032, karena ibu kota yang lama, yaitu Watan Mas direbut seorang musuh wanita. Berdasarkan prasasti Pamwatan dan Serat Calon Arang, pada tahun 1042 pusat pemerintahan Airlangga sudah pindah ke Daha. Tidak diketahui dengan pasti mengapa Airlangga meninggalkan Kahuripan.

Pada tahun 1042 itu pula, Airlangga turun takhta. Putri mahkotanya yang bernama Sanggramawijaya Tunggadewi lebih dulu memilih kehidupan sebagai pertapa, sehingga timbul perebutan kekuasaan antara kedua putra Airlangga yang lain, yaitu Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.

Akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi dua wilayah kerajaannya. Sri Samarawijaya mendapatkan Kerajaan Kadiri di sebelah barat yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan Mapanji Garasakan mendapatkan Kerajaan Janggala di sebelah timur yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.


Raja-Raja Janggala

Pembagian kerajaan sepeninggal Airlangga terkesan sia-sia, karena antara kedua putranya tetap saja terlibat perang saudara untuk saling menguasai. Pada awal berdirinya, Kerajaan Janggala lebih banyak meninggalkan bukti sejarah dari pada Kerajaan Kadiri. Beberapa orang raja yang diketahui memerintah Janggala antara lain:

Mapanji Garasakan, berdasarkan prasasti Turun Hyang II (1044), prasasti Kambang Putih, dan prasasti Malenga (1052).
Alanjung Ahyes, berdasarkan prasasti Banjaran (1052).
Samarotsaha, berdasarkan prasasti Sumengka (1059).

Akhir Kerajaan Janggala

Meskipun raja Janggala yang sudah diketahui namanya hanya tiga orang saja, namun kerajaan ini mampu bertahan dalam persaingan sampai kurang lebih 90 tahun lamanya. Menurut prasasti Ngantang (1035), Kerajaan Janggala akhirnya ditaklukkan oleh Sri Jayabhaya raja Kadiri, dengan semboyannya yang terkenal, yaitu Panjalu Jayati, atau Kadiri Menang. Sejak saat itu Janggala menjadi bawahan Kadiri. Menurut Kakawin Smaradahana, raja Kadiri yang bernama Sri Kameswara, yang memerintah sekitar tahun 1182-1194, memiliki permaisuri seorang putri Janggala bernama Kirana.


Janggala sebagai Bawahan Majapahit

Setelah Kadiri ditaklukkan Singhasari tahun 1222, dan selanjutnya oleh Majapahit tahun 1293, secara otomatis Janggala pun ikut dikuasai. Pada zaman Majapahit nama Kahuripan lebih populer dari pada Janggala, sebagaimana nama Daha lebih populer dari pada Kadiri. Meskipun demikian, pada prasasti Trailokyapuri (1486), Girindrawardhana raja Majapahit saat itu menyebut dirinya sebagai penguasa Wilwatikta-Janggala-Kadiri.


Janggala dalam Karya Sastra

Adanya Kerajaan Janggala juga muncul dalam Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365. Kemudian muncul pula dalam naskah-naskah sastra yang berkembang pada zaman kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, misalnya Babad Tanah Jawi dan Serat Pranitiradya.


Arca Peninggalan

Dalam naskah-naskah tersebut, raja pertama Janggala bernama Lembu Amiluhur, putra Resi Gentayu alias Airlangga. Lembu Amiluhur ini juga bergelar Jayanegara. Ia digantikan putranya yang bernama Panji Asmarabangun, yang bergelar Prabu Suryawisesa. Panji Asmarabangun inilah yang sangat terkenal dalam kisah-kisah Panji. Istrinya bernama Galuh Candrakirana dari Kediri.

Dalam pementasan Ketoprak, tokoh Panji setelah menjadi raja Janggala juga sering disebut Sri Kameswara. Hal ini jelas berlawanan dengan berita dalam Smaradahana yang menyebut Sri Kameswara adalah raja Kadiri, dan Kirana adalah putri Janggala.
Selanjutnya, Panji Asmarabangun digantikan putranya yang bernama Kuda Laleyan, bergelar Prabu Surya Amiluhur.

Baru dua tahun bertakhta, Kerajaan Janggala tenggelam oleh bencana banjir. Surya Amiluhur terpaksa pindah ke barat mendirikan Kerajaan Pajajaran. Tokoh Surya Amiluhur inilah yang kemudian menurunkan Jaka Sesuruh, pendiri Majapahit versi dongeng. Itulah sedikit kisah tentang Kerajaan Janggala versi babad dan serat yang kebenarannya sulit dibuktikan dengan fakta sejarah.

sejarah kerajaan kanjuruhan

Kanjuruhan adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur, yang pusatnya berada di dekat Kota Malang sekarang. Kanjuruhan diduga telah berdiri pada abad ke-6 Masehi (masih sezaman dengan Kerajaan Taruma di sekitar Bekasi dan Bogor sekarang). Bukti tertulis mengenai kerajaan ini adalah Prasasti Dinoyo. Rajanya yang terkenal adalah Gajayana. Peninggalan lainnya adalah Candi Badut dan Candi Wurung.
[sunting]
Latar belakang

Jaman dahulu, ketika Pulau Jawa diperintah oleh raja-raja yang tersebar di daerah-daerah. Raja Purnawarman memerintah di Kerajaan Tarumanegara; Putri Sima memerintah di Kerajaan Holing; dan Raja Sanjaya memerintah di Kerajaan Mataram Kuna. Di Jawa Timur terdapat pula sebuah kerajaan yang aman dan makmur. Kerajaan itu berada di daerah Malang sekarang, diantara Sungai Brantas dan Sungai Metro, di dataran yang sekarang bernama Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru . Kerajaan itu bernama Kanjuruhan.


Bagaimana Kerajaan Kanjuruhan itu bisa berada dan berdiri di lembah antara Sungai Brantas dan Sungai Metro di lereng sebelah timur Gunung Kawi, yang jauh dari jalur perdagangan pantai atau laut? Kita tentunya ingat bahwa pedalaman Pulau Jawa terkenal dengan daerah agraris, dan di daerah agraris semacam itulah muncul pusat-pusat aktivitas kelompok masyarakat yang berkembang menjadi pusat pemerintahan. Rupa-rupanya sejak awal abad masehi, agama Hindu dan Budha yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia bagian barat dan tengah, pada sekitar abad ke VI dan VII M sampai pula di daerah pedalaman Jawa bagian timur, antara lain Malang. Karena Malang-lah kita mendapati bukti-bukti tertua tentang adanya aktivitas pemerintahan kerajaan yang bercorak Hindu di Jawa bagian timur.


Bukti itu adalah prasasti Dinoyo yang ditulis pada tahun 682 saka atau kalau dijadikan tahun masehi ditambah 78 tahun, sehingga bertepatan dengan tahun 760 M. Disebutkan seorang raja yang bernama Dewa Singha, memerintah keratonnya yang amat besar yang disucikan oleh api Sang Siwa. Raja Dewa Sinta mempunyai putra bernama Liswa, yang setelah memerintah menggantikan ayahnya menjadi raja bergelar Gajayana. Pada masa pemerintahan Raja Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan berkembang pesat, baik pemerintahan, sosial, ekonomi maupun seni budayanya. Dengan sekalian para pembesar negeri dan segenap rakyatnya, Raja Gajayana membuat tempat suci pemujaan yang sangat bagus guna memuliakan Resi Agastya. Sang raja juga menyuruh membuat arca sang Resi Agastya dari batu hitam yang sangat elok, sebagai pengganti arca Resi Agastya yang dibuat dari kayu oleh nenek Raja Gajayana.


Dibawah pemerintahan Raja Gajayana, rakyat merasa aman dan terlindungi. Kekuasaan kerajaan meliputi daerah lereng timur dan barat Gunung Kawi. Ke utara hingga pesisir laut Jawa. Keamanan negeri terjamin. Tidak ada peperangan. Jarang terjadi pencurian dan perampokan, karena raja selalu bertindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian rakyat hidup aman, tenteram, dan terhindar dari malapetaka.


Raja Gajayana hanya mempunyai seorang putri, yang oleh ayahanda diberi nama Uttejana. Seorang putri kerajaan pewaris tahta Kerajaan Kanjuruhan. Ketika dewasa, ia dijodohkan dengan seorang pangeran dari Paradeh bernama Pangeran Jananiya. Akhirnya Pangeran Jananiya bersama Permaisuri Uttejana, memerintah kerajaan warisan ayahnya ketika sang Raja Gajayana mangkat. Seperti leluhur-leluhurnya, mereka berdua memerintah dengan penuh keadilan. Rakyat Kanjuruhan semakin mencintai rajanya Demikianlah, secara turun-temurun Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh raja-raja keturunan Raja Dewa Simha. Semua raja itu terkenal akan kebijaksanaannya, keadilan, serta kemurahan hatinya.


Pada sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan Mataram Kuna di Jawa Tengah diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu. Raja ini terkenal adil dan bijaksana. Dibawah pemerintahannyalah Kerajaan Mataram berkembang pesat, kekuasaannya sangat besar. Ia disegani oleh raja-raja lain diseluruh Pulau Jawa. Keinginan untuk memperluas wilayah Kerajaan Mataram Kuna selalu terlaksana, baik melalui penaklukan maupun persahabatan. Kerajaan Mataram Kuna terkenal di seluruh Nusantara, bahkan sampai ke mancanegara. Wilayahnya luas, kekuasaannya besar, tentaranya kuat, dan penduduknya sangat banyak.


Perluasan Kerajaan Mataram Kuna itu sampai pula ke Pulau Jawa bagian timur. Tidak ada bukti atau tanda bahwa terjadi penaklukan dengan peperangan antara Kerajaan Mataram Kuna dengan Kerajaan Kanjuruhan. Ketika Kerajaan Mataram Kuna diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan menyumbangkan sebuah bangunan candi perwara (pengiring) di komplek Candi Prambanan yang dibangun oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan tahun 856 M (dulu bernama “Siwa Greha”). Candi pengiring (perwara) itu ditempatkan pada deretan sebelah timur, tepatnya di sudut tenggara. Kegiatan pembangunan semacam itu merupakan suatu kebiasaan bagi raja-raja daerah kepada pemerintah pusat. Maksudnya agar hubungan kerajaan pusat dan kerajaan di daerah selalu terjalin dan bertambah erat.


Kerajaan Kanjuruhan saat itu praktis dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuna. Walaupun demikian Kerajaan Kanjuruhan tetap memerintah di daerahnya. Hanya setiap tahun harus melapor ke pemerintahan pusat. Di dalam struktur pemerintahan Kerajaan Mataram Kuna jaman Raja Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan lebih dikenal dengan sebutan Rakryan Kanuruhan, artinya “Penguasa daerah” di Kanuruhan. Kanuruhan sendiri rupa-rupanya perubahan bunyi dari Kanjuruhan. Karena sebagai raja daerah, maka kekuasaan seorang raja daerah tidak seluas ketika menjadi kerajaan yang berdiri sendiri seperti ketika didirikan oleh nenek moyangnya dulu. Kekuasaaan raja daerah di Kanuruhan dapat diketahui waktu itu adalah daerah lereng timur Gunung Kawi.
[sunting]
Kekuasaan Rakryan Kanjuruhan

Daerah kekuasaan Rakryan Kanuruhan watak Kanuruhan. Watak adalah suatu wilayah yang luas, yang membawahi berpuluh-puluh wanua (desa). Jadi mungkin daerah watak itu dapat ditentukan hampir sama setingkat kabupaten. Dengan demikian Watak Kanuruhan membawahi wanua-wanua (desa-desa) yang terhampar seluas lereng sebelah timur Gunung Kawi sampai lereng barat Pegunungan Tengger-Semeru ke selatan hingga pantai selatan Pulau Jawa.

Dari sekian data nama-nama desa (wanua) yang berada di wilayah (watak) Kanuruhan menurut sumber tertulis berupa prasasti yang ditemukan disekitar Malang adalah sebagai berikut :
daerah Balingawan (sekarang Desa Mangliawan Kecamatan Pakis),
daerah Turryan (sekarang Desa Turen Kecamatan Turen),
daerah Tugaran (sekarang Dukuh Tegaron Kelurahan Lesanpuro),
daerah Kabalon (sekarang Dukuh Kabalon Cemarakandang),
daerah Panawijyan (sekarang Kelurahan Palowijen Kecamatan Blimbing),
daerah Bunulrejo (yang dulu bukan bernama Desa Bunulrejo pada jaman Kerajaan Kanuruhan),
dan daerah-daerah di sekitar Malang barat seperti : Wurandungan (sekarang Dukuh Kelandungan – Landungsari), Karuman, Merjosari, Dinoyo, Ketawanggede, yang di dalam beberapa prasasti disebut-sebut sebagai daerah tempat gugusan kahyangan (bangunan candi) di dalam wilayah/kota Kanuruhan.

Demikianlah daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Rakryan Kanuruhan. Dapat dikatakan mulai dari daerah Landungsari (barat), Palowijen (utara), Pakis (timur), Turen (selatan). Keistimewaan pejabat Rakryan Kanuruhan ini disamping berkuasa di daerahnya sendiri, juga menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno sejak jaman Raja Balitung, yaitu sebagai pejabat yang mengurusi urusan administrasi kerajaan. Jabatan ini berlangsung sampai jaman Kerajaan Majapahit. Begitulah sekilas tentang Rakryan Kanuruhan. Penguasa di daerah tetapi dapat berperan di dalam struktur pemerintahan kerajaan pusat, yang tidak pernah dilakukan oleh pejabat (Rakyan) yang lainnya, dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno di masa lampau

sejarah kerajaan kediri

Berdirinya Kerajaan Kediri

Pembagian Kerajaan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M).

Seperti telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu, begitu Raja Airlangga wafat, terjadilah peperangan antara kedua bersaudara tersebut. Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha

Perkembangan politik kerajaan kediri

Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji Alanjung (1052 – 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu menyebabkan selama 60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri.

Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Raja Bameswara menggunakan lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang biasa disebut Candrakapala.
Setelah Bameswara turun takhta, ia digantikan Jayabaya yang dalam masa pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala. Berturut-turut raja-raja Kediri sejak Jayabaya sebagai berikut.


1) Raja Jayabaya (1135 M – 1159 M)
Raja Jayabaya menggunakan lencana kerajaan berupa lencana Narasingha. Kemenangannya atas peperangan melawan Jenggala diperingatinya dengan memerintahkan Mpu Sedah menggubah kakawin Bharatayudha. Karena Mpu Sedah tidak sanggup menyelesaikan kakawin tersebut, Mpu Panuluh melanjutkan dan menyelesaikannya pada tahun 1157 M. Pada masa pemerintahannya ini, Kediri mencapai puncak kejayaan.

2) Raja Sarweswara (1159 – 1169 M)
Pengganti Jayabaya adalah Raja Sarweswara. Tidak banyak yang diketahui mengenai raja ini sebab terbatasnya peninggalan yang ditemukan. Ia memakai lencana kerajaan berupa Ganesha.

3) Raja Kameswara (1182 – 1185 M)
Selama beberapa waktu, tidak ada berita yang jelas mengenai raja Kediri hingga munculnya Kameswara. Pada masa pemerintahannya ini ditulis kitab Kakawin Smaradahana oleh Mpu Darmaja yang berisi pemujaan terhadap raja, serta kitab Lubdaka dan Wretasancaya yang ditulis oleh Mpu Tan Alung. Kitab Lubdaka bercerita tentang seorang pemburu yang akhirnya masuk surga dan Wretasancaya berisi petunjuk mempelajari tembang Jawa Kuno.

4) Raja Kertajaya (1185 – 1222 M)
Pada masa pemerintahan Kertajaya, terjadi pertentangan antara para brahmana dan Raja Kertajaya. Hal ini terjadi karena para brahmana menolak menyembah raja yang menganggap dirinya sebagai dewa. Para brahmana lalu meminta perlindungan pada Ken Arok. Kesempatan ini digunakan Ken Arok untuk memberontak terhadap Kertajaya. Pada tahun 1222 M terjadi pertempuran hebat di Ganter dan Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya.


Kehidupan sosial masyarakat kerajaan kediri

Kehidupan sosial kemasyarakatan pada zaman Kerajaan Kediri dapat kita lihat dalam kitab Ling-Wai-Tai-Ta yang disusun oleh Chou Ku-Fei pada tahun 1178 M.
Kitab tersebut menyatakan bahwa masyarakat Kediri memakai kain sampai bawah lutut dan rambutnya diurai. Rumah-rumahnya rata-rata sangat bersih dan rapi. Lantainya dibuat dari ubin yang berwarna kuning dan hijau.

Pemerintahannya sangat memerhatikan keadaan rakyatnya sehingga pertanian, peternakan, dan perdagangan mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Golongan-golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan kedudukan dalam pemerintahan kerajaan.

1) Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
2) Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah thani (daerah).
3) Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintah secara resmi atau masyarakat wiraswasta.

Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang bertugas mengurus dan mencatat semua penghasilan kerajaan. Di samping itu, ada 1.000 pegawai rendahan yang bertugas mengurusi benteng dan parit kota, perbendaharaan kerajaan, dan gedung persediaan makanan.

sejarah kerajaan kahuripan

Pada Tahun 1006 Raja Wurawari Dari Kerajaan Lwaram (Kerajaan Lwaram Adalah Sekutu Kerajaan Sriwijaya) Menyerang Watan, Yang Adalah Ibu Kota Kerajaan Medang, Yang Kala Itu Tengah Mengadakan Pesta Pernikahan. Serangan Raja Wurawuri Ini Menyebabkan Tewasnya Dharmawangsa Teguh, Sedangkan Keponakannya Yang Bernama Airlangga Berhasil Meloloskan Diri Dalam Serangan Itu. Airlangga Adalah Putera Pasangan Mahendradatta (Saudari Dharmawangsa Teguh) Dan Udayana Raja Bali. Airlangga Meloloskan Diri Dengan Ditemani Oleh Pembantunya Yang Bernama Narotama. Dalam Pelarian Itu Airlangga Akhirnya Menjalani Kehidupan Sebagai Pertapa Di Hutan Pegunungan (Wanagiri).


Pada Tahun 1009, Datanglah Para Utusan Rakyat Medang Yang Meminta Agar Airlangga Membangun Kembali Kerajaan Medang. Karena Kota Watan Sudah Hancur, Maka Airlangga Kemudian Membangun Ibu Kota Baru Bernama Watan Mas Di Dareah Sekitar Gunung Penanggungan. Pada Mulanya Wilayah Kerajaan Yang Diperintah Oleh Airlangga Hanya Meliputi Daerah Gunung Penanggungan Dan Sekitarnya, Karena Banyak Daerah-Daerah Bawahan Kerajaan Medang Yang Membebaskan Diri. Hal Ini Baru Berubah Setelah Kerajaan Sriwijaya Dikalahkan Rajendra Coladewa Raja Colamandala Di India Tahun 1023. Hal Ini Menyebabkan Airlangga Merasa Leluasa Membangun Kembali Kejayaan Wangsa Isyana. Hal Pertama Yang Dilakukan Airlangga Adalah Menyusun Kekuatan Untuk Menegakkan Kembali Kekuasaan Wangsa Isyana Atas Pulau Jawa.


Yang Pertama Dikalahkan Oleh Airlangga Waktu Itu Adalah Raja Hasin. Pada Tahun 1030 Airlangga Mengalahkan Wisnuprabhawa Raja Wuratan, Wijayawarma Raja Wengker, Kemudian Panuda Raja Lewa. Pada Tahun 1031 Putra Panuda Mencoba Membalas Dendam Namun Dapat Dikalahkan Oleh Airlangga. Ibu Kota Kerajaan Lewa Akhirnya Dihancurkan Pula Oleh Airlangga.


Pada Tahun 1032 Seorang Raja Wanita Dari Daerah Tulungagung Sekarang Berhasil Mengalahkan Airlangga. Istana Watan Mas Dihancurkannya. Airlangga Terpaksa Melarikan Diri Ke Desa Patakan Ditemani Mapanji Tumanggala. Airlangga Kemudian Membangun Ibu Kota Baru Di Kahuripan. Raja Wanita Dapat Dikalahkannya. Dalam Tahun 1032 Itu Pula Airlangga Dan Mpu Narotama Mengalahkan Raja Wurawari, Membalaskan Dendam Wangsa Isyana. Pada Tahun 1035 Airlangga Berhasil Menumpas Pemberontakan Wijayawarma Raja Wengker Yang Pernah Ditaklukannya Dulu. Wijayawarma Melarikan Diri Dari Kota Tapa Namun Kemudian Mati Dibunuh Rakyatnya Sendiri.


Nama Kahuripan Inilah Yang Kemudian Lazim Dipakai Sebagai Nama Kerajaan Yang Dipimpin Airlangga.Pusat Kerajaan Airlangga Kemudian Dipindah Lagi Ke Daha, Berdasarkan Prasasti Pamwatan, 1042 Dan Serat Calon Arang. Dalam Calon Arang Ini Diceritakan Adalah Dukun Perempuan Sakti Yang Sempat Membikin Onar Dengan Melakukan Teluh Yang Menciptakan Wabah Penyakit ... Banyak Warga Kahuripan Yang Tewas Karena Teluhnya. Dalam Penceriteraan, Teluh Ini Berhasil Dilenyapkan Setelah Airlangga Meminta Tolong Kepada Mpu Bharadah Yang Kemudian Membasmi Calon Arang Beserta Murid-Muridnya.


Setelah Keadaan Aman, Airlangga Mengadakan Pembangunan-Pembangunan Didalam Wilayah Kerajaannya. Pembangunan Yang Dicatat Dalam Prasasti-Prasasti Peninggalannya Antara Lain :
- Membangun Sri Wijaya Asrama Tahun 1036.
- Membangun Bendungan Waringin Sapta Tahun 1037 Untuk Mencegah Banjir Musiman.
- Memperbaiki Pelabuhan Hujung Galuh, Yang Letaknya Di Muara Kali Brantas, Dekat Surabaya Sekarang.
- Membangun Jalan-Jalan Yang Menghubungkan Daerah Pesisir Ke Pusat Kerajaan.
- Meresmikan Pertapaan Gunung Pucangan Tahun 1041.
- Memindahkan Ibu Kota Dari Kahuripan Ke Daha, Berdasarkan Prasasti Pamwatan, 1042 Dan Serat Calon Arang.
Pada Akhir Pemerintahannya, Airlangga Berhadapan Dengan Masalah Persaingan Perebutan Takhta Antara Kedua Putranya. Calon Raja Yang Sebenarnya, Anak Pertamanya Yaitu Sanggramawijaya Tunggadewi (Dewi Kilisuci), Memilih Menjadi Pertapa Dari Pada Naik Takhta.


Airlangga Juga Putra Sulung Raja Bali, Maka Ia Pun Berniat Menempatkan Salah Satu Putranya Di Pulau Itu. Akhirnya Airlangga Meminta Mpu Bharada Ke Bali Untuk Menyampaikan Maksud Tersebut. Dalam Perjalanan Menyeberang Laut, Dengan Kesaktiannya Mpu Bharada Menumpang Sehelai Daun. Sesampainya Di Bali Permintaan Airlangga Yang Disampaikan Mpu Bharada Ditolak Oleh Mpu Kuturan, Yang Berniat Mengangkat Cucunya Sebagai Raja Bali. Raja Bali Saat Itu Adalah Anak Wungsu, Adik Ketiga Airlangga Sendiri.


Pada Akhir Tahun 1042, Airlangga Terpaksa Membagi Kerajaan Kahuripan Menjadi Dua, Yaitu Bagian Barat Bernama Kediri Dengan Ibu Kota Di Daha, Diserahkan Kepada Sri Samarawijaya, Serta Bagian Timur Bernama Janggala Beribu Kota Kahuripan, Diserahkan Kepada Mapanji Garasakan. Dalam Negarakertagama, Pembagian Wilayah Ini Dilakukan Oleh Mpu Bharadah, Tokoh Sakti Yang Tidak Lain Adalah Guru Airlangga. Empu Bharada Menyanggupinya Dan Melaksanakan Titah Tersebut Dengan Cara Menuangkan Air Kendi Dari Ketinggian. Air Tersebut Konon Berubah Menjadi Sungai Yang Memisahkan Kerajaan Panjalu (Kediri) Dan Kerajaan Jenggala. Letak Dan Nama Sungai Ini Belum Diketahui Dengan Pasti Sampai Sekarang, Tetapi Beberapa Ahli Sejarah Berpendapat Bahwa Sungai Tersebut Adalah Sungai Lekso (Masyarakat Sekitar Menyebutnya Kali Lekso). Pendapat Tersebut Didasarkan Atas Dasar Etimologis Mengenai Nama Sungai Yang Disebutkan Dalam Kitab Pararaton.


Tidak Diketahui Secara Pasti Kapan Airlangga Meninggal. Prasasti Sumengka (1059) Peninggalan Kerajaan Janggala Hanya Menyebutkan, Resi Aji Paduka Mpungku Dimakamkan Di Tirtha Atau Pemandian. Kolam Pemandian Yang Paling Sesuai Dengan Berita Prasasti Sumengka Adalah Candi Belahan Di Lereng Gunung Penanggungan. Pada Kolam Tersebut Ditemukan Arca Wisnu Disertai Dua Dewi. Berdasarkan Prasasti Pucangan (1041) Diketahui Airlangga Adalah Penganut Hindu Wisnu Yang Taat. Maka, Ketiga Patung Tersebut Dapat Diperkirakan Sebagai Lambang Airlangga Dengan Dua Istrinya, Yaitu Ibu Sri Samarawijaya Dan Ibu Mapanji Garasakan

sejarah kerajaan mataram

Kerajaan Mataram (Hindu-Buddha), sering disebut dengan Kerajaan Mataram Kuno sebagai pembeda dengan Mataram Baru atau Kesultanan Mataram (Islam), adalah suatu kerajaan yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan antara abad ke-8 dan abad ke-10. Kerajaan Mataram terdiri dari dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732. Beberapa saat kemudian, Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Kedua dinasti ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung.

Dinasti Syailendra

Dinasti Syailendra diduga berasal dari daratan Indocina (sekarang Thailand dan Kamboja). Dinasti ini bercorak Budha Mahayana, didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Pada awal era Mataram Kuno, Dinasti Syailendra cukup dominan dibanding Dinasti Sanjaya. Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan ke Sriwijaya. Ia juga melakukan perkawinan politik: puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Pada tahun 790, Syailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahuan. Peninggalan terbesar Dinasti Syailendra adalah Candi Borobudur yang selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833).

Dinasti Sanjaya

Tak banyak yang diketahui sejarah Dinasti Sanjaya sejak sepeninggal Raja Sanna. Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Dinasti Sanjaya, menikah dengan Pramodhawardhani (833-856), puteri raja Dinasti Syailendara Samaratungga. Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa (putera Samaratungga dan Dewi Tara). Tahun 850, era Dinasti Syailendra berakhir yang ditandai dengan larinya Balaputradewa ke Sriwijaya.

Pada tahun 910, Raja Tulodong mendirikan Candi Prambanan. Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Pada masa ini, ditulis karya sastra Ramayana dalam Bahasa Kawi. Tahun 928, Raja Mpu Sindok memindahkan istana Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Medang). Perpindahan ini diduga akibat letusan Gunung Merapi, atau mendapat serangan dari Sriwijaya.

kerajaan kalingga

Menurut Buku sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M) Mencatat Bahwa Pada Tahun 674 M Seorang Musafir Tionghoa Bernama I-Tsing Pernah Mengunjungi Negeri Holing Atau Kaling Atau Kalingga Yang Juga Disebut Jawa Atau Japa Dan Diyakini Berlokasi Di Keling, Kawasan Timur Jepara Sekarang Ini, Serta Dipimpin Oleh Seorang Raja Wanita Bernama Ratu Shima Yang Dikenal Sangat Tegas. Asal Nama Jepara Berasal Dari Perkataan Ujung Para, Ujung Mara Dan Jumpara Yang Kemudian Menjadi Jepara, Yang Berarti Sebuah Tempat Pemukiman Para Pedagang Yang Berniaga Ke Berbagai Daerah. Sedangkan Menurut Sebuah Catatan Portugis Bernama Tome Pires Dalam Bukunya suma Oriental, Jepara Baru Dikenal Pada Abad Ke-Xv (1470 M) Sebagai Bandar Perdagangan Yang Kecil Yang Baru Dihuni Oleh 90-100 Orang Dan Dipimpin Oleh Aryo Timur Dan Berada Dibawah Pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur Digantikan Oleh Putranya Yang Bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus Mencoba Untuk Membangun Jepara Menjadi Kota Niaga.


Pati Unus Dikenal Sangat Gigih Melawan Penjajahan Portugis Di Malaka Yang Menjadi Mata Rantai Perdagangan Nusantara. Setelah Pati Unus Wafat Digantikan Oleh Ipar Faletehan /Fatahillah Yang Berkuasa (1521-1536). Kemudian Pada Tahun 1536 Oleh Penguasa Demak Yaitu Sultan Trenggono, Jepara Diserahkan Kepada Anak Dan Menantunya Yaitu Ratu Retno Kencono Dan Pangeran Hadiri Suami. Namun Setelah Tewasnya Sultan Trenggono Dalam Ekspedisi Militer Di Panarukan Jawa Timur Pada Tahun 1546, Timbulnya Geger Perebutan Tahta Kerajaan Demak Yang Berakhir Dengan Tewasnya Pangeran Hadiri Oleh Aryo Penangsang Pada Tahun 1549. Kematian Orang-Orang Yang Dikasihi Membuat Ratu Retno Kencono Sangat Berduka Dan Meninggalkan Kehidupan Istana Untuk Bertapa Di Bukit Danaraja. Setelah Terbunuhnya Aryo Penangsang Oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono Bersedia Turun Dari Pertapaan Dan Dilantik Menjadi Penguasa Jepara Dengan Gelar Nimas Ratu Kalinyamat.


Pada Masa Pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara Berkembang Pesat Menjadi Bandar Niaga Utama Di Pulau Jawa, Yang Melayani Eksport Import. Disamping Itu Juga Menjadi Pangkalan Angkatan Laut Yang Telah Dirintis Sejak Masa Kerajaan Demak. Sebagai Seorang Penguasa Jepara, Yang Gemah Ripah Loh Jinawi Karena Keberadaan Jepara Kala Itu Sebagai Bandar Niaga Yang Ramai, Ratu Kalinyamat Dikenal Mempunyai Jiwa Patriotisme Anti Penjajahan. Hal Ini Dibuktikan Dengan Pengiriman Armada Perangnya Ke Malaka Guna Menggempur Portugis Pada Tahun 1551 Dan Tahun 1574. Adalah Tidak Berlebihan Jika Orang Portugis Saat Itu Menyebut Sang Ratu Sebagai Rainha De Jepara Senora De Rica, Yang Artinya Raja Jepara Seorang Wanita Yang Sangat Berkuasa Dan Kaya Raya.


Serangan Sang Ratu Yang Gagah Berani Ini Melibatkan Hamper 40 Buah Kapal Yang Berisikan Lebih Kurang 5.000 Orang Prajurit. Namun Serangan Ini Gagal, Ketika Prajurit Kalinyamat Ini Melakukan Serangan Darat Dalam Upaya Mengepung Benteng Pertahanan Portugis Di Malaka, Tentara Portugis Dengan Persenjataan Lengkap Berhasil Mematahkan Kepungan Tentara Kalinyamat. Namun Semangat Patriotisme Sang Ratu Tidak Pernah Luntur Dan Gentar Menghadapi Penjajah Bangsa Portugis, Yang Di Abad 16 Itu Sedang Dalam Puncak Kejayaan Dan Diakui Sebagai Bangsa Pemberani Di Dunia. Dua Puluh Empat Tahun Kemudian Atau Tepatnya Oktober 1574, Sang Ratu Kalinyamat Mengirimkan Armada Militernya Yang Lebih Besar Di Malaka. Ekspedisi Militer Kedua Ini Melibatkan 300 Buah Kapal Diantaranya 80 Buah Kapal Jung Besar Berawak 15.000 Orang Prajurit Pilihan. Pengiriman Armada Militer Kedua Ini Di Pimpin Oleh Panglima Terpenting Dalam Kerajaan Yang Disebut Orang Portugis Sebagai Quilimo. Walaupun Akhirnya Perang Kedua Ini Yang Berlangsung Berbulan-Bulan Tentara Kalinyamat Juga Tidak Berhasil Mengusir Portugis Dari Malaka, Namun Telah Membuat Portugis Takut Dan Jera Berhadapan Dengan Raja Jepara Ini, Terbukti Dengan Bebasnya Pulau Jawa Dari Penjajahan Portugis Di Abad 16 Itu.


Sebagai Peninggalan Sejarah Dari Perang Besar Antara Jepara Dan Portugis, Sampai Sekarang Masih Terdapat Di Malaka Komplek Kuburan Yang Di Sebut Sebagai Makam Tentara Jawa. Selain Itu Tokoh Ratu Kalinyamat Ini Juga Sangat Berjasa Dalam Membudayakan Seni Ukir Yang Sekarang Ini Jadi Andalan Utama Ekonomi Jepara Yaitu Perpaduan Seni Ukir Majapahit Dengan Seni Ukir Patih Badarduwung Yang Berasal Dari Negeri Cina. Menurut Catatan Sejarah Ratu Kalinyamat Wafat Pada Tahun 1579 Dan Dimakamkan Di Desa Mantingan Jepara, Di Sebelah Makam Suaminya Pangeran Hadiri. Mengacu Pada Semua Aspek Positif Yang Telah Dibuktikan Oleh Ratu Kalinyamat Sehingga Jepara Menjadi Negeri Yang Makmur, Kuat Dan Mashur Maka Penetapan Hari Jadi Jepara Yang Mengambil Waktu Beliau Dinobatkan Sebagai Penguasa Jepara Atau Yang Bertepatan Dengan Tanggal 10 April 1549 Ini Telah Ditandai Dengan Candra Sengkala Trus Karya Tataning Bumi Atau Terus Bekerja Keras Membangun Daerah. Ratu Shima Atau Sima Adalah Nama Penguasa Kerajaan Kalingga, Yang Pernah Berdiri Pada Milenium Pertama Di Jawa. Tidak Banyak Diketahui Tentangnya, Kecuali Bahwa Ia Sangat Tegas Dalam Memimpin Dengan Memberlakukan Hukum Potong Tangan Bagi Pencuri. Salah Satu Korbannya Adalah Puteranya Sendiri.


Kerajaan Kalingga, Sebuah Kerajaan Di Pantura (Pantai Utara Jawa, Sekarang Di Keling, Kelet, Jepara, Jateng) Beratus Tahun Yang Lalu, Bersinar Terang Emas, Penuh Kejayaan. Bersimaharatulah, Ratu Shima, Nan Ayu, Anggun, Perwira, Ketegasannya Semerbak Wangi Di Antero Nagari Nusantara. Sungguh, Meski Jargon Kesetaraan Gender Belum Jadi Wacana Saat Itu. Namun Pamor Ratu Shima Memimpin Kerajaannya Luar Biasa, Amat Dicintai Jelata, Wong Cilik Sampai Lingkaran Elit Kekuasaan. Kebijakannya Mewangi Kesturi, Membuat Gentar Para Perompak Laut. Alkisah Tak Ada Kerajaan Yang Berani Berhadap Muka Dengan Kerajaan Kalingga, Apalagi Menantang Ratu Shima Nan Perkasa. Bak Srikandi, Sang Ratu Panah. Konon, Ratu Shima, Justru Amat Resah Dengan Kepatuhan Rakyat, Kenapa Wong Cilik Juga Para Pejabat Mahapatih, Patih, Mahamenteri, Dan Menteri, Hulubalang, Jagabaya,Jagatirta, Ulu-Ulu, Pun Segenap Pimpinan Divisi Kerajaan Sampai Tukang Istal Kuda, Alias Pengganti Tapal Kuda, Kuda-Kuda Tunggang Kesayangannya, Tak Ada Yang Berani Menentang Sabda Pandita Ratunya.


Sekali Waktu, Ratu Shima Menguji Kesetiaan Lingkaran Elitnya Dengan Menukarkan Posisi Pejabat Penting Di Lingkungan Istana. Namun Puluhan Pejabat Yang Digantikan Ditempat Yang Tak Diharap, Maupun Yang Dipensiunkan, Tak Ada Yang Mengeluh Barang Sepatah Kata. Semua Bersyukur, Kebijakan Ratu Shima Sebetapapun Memojokkannya, Dianggap Memberi Barokah, Titah Titisan Sang Hyang Maha Wenang. Tak Puas Dengan Sikap Setia Lingkaran Dalamnya, Ratu Shima, Sekali Lagi Menguji Kesetiaan Wong Cilik, Pemilik Sah Kerajaan Kalingga Dengan Menghamparkan Emas Permata, Perhiasan Yang Tak Ternilai Harganya Di Perempatan Alun-Alun Dekat Istana Tanpa Penjagaan Sama Sekali. Kata Ratu Shima, segala Macam Perhiasan Persembahan Bagi Dewata Agung Ini Jangan Ada Yang Berani Mencuri, Siapa Berani Mencuri Akan Memanggil Bala Kutuk Bagi Kerajaan Kalingga, Karenanya, Siapapun Pencuri Itu Akan Dipotong Tangannya Tanpa Ampun!. Sontak Wong Cilik Dan Lingkungan Elit Istana, Bergetar Hatinya, Mereka Benar-Benar Takut. Tak Ada Yang Berani Menjamah, Hingga Hari Ke 40.


Ratu Shima Sempat Bahagia. Namun Malang Tak Dapat Ditolak, Esok Harinya Putera Mahkotanya Berjalan-Jalan Dan anpa Sengaja Kakinya Menyentuh Perhiasan Itu. Amarah Menggejolak Di Hati Sang Penguasa Kalingga. Segera Dititahkan Memotong Kaki Sang Pangeran Yang Tidak Lain Adalah Anak Kandungnya Sendiri, Para Petinggi Kerajaan Memohon Agar Hukuman Itu Dibatalkan Karena Bukan Niatan Sang Pengeran Untuk Mencurinya, Selain Dari Tersentuh Oleh Kakinya, Namun Sang Ratu Tetap Berkeras, Walau Akhirnya Akibat Begitu Banyaknya Desakan, Bahkan Dari Rakyatnya Sendiri, Maka Hanya Jari Kaki Sang Pangeranlah Yang Dipotong. Seluruh Penghuni Istana Dan Rakyat Jelata Yang Berlutut Hingga Alun-Alun Merintih Memohon Ampun, Namun Sang Ratu Tiada Bergeming Dari Keputusannya. Hukuman Tetap Dilaksankana. Hal Itu Dituliskan Dengan Jelas Di Prasasti Kalingga, Yang Masih Bisa Dilihat Hingga Kini.


Holing ( Chopo ) Adalah Nama Lain Dari Kerajaan Kalingga Ibukota Kerajaan Kalingga Bernama Chopo ( Nama China ), Menurut Bukti- Bukti China Pada Abad 5 M. Mengenai Letak Kerajaan Kalingga Atau Holing Ini Secara Pastinya Belum Dapat Ditentukan. Ada Beberapa Argumen Mengenai Letak Kerajaan Ini, Ada Yang Menyebutkan Bahwa Negara Ini Terletak Di Semenanjung Malaya, Di Jawa Barat Dan Di Jawa Tengah. Tetapi Letak Yang Paling Mungkin Ada Di Daerah Antara Pekalongan Dan Plawanagan Di Jawa Tengah. Hal Ini Berdasarkan Catatan Perjalanan Dari Cina. Kerajaan Kalingga Atau Holing Adalah Kerajaan Yang Terpengaruh Oleh Ajaran Agama Budha. Sehingga Holing Menjadi Pusat Pendidikan Agama Budha. Kerajaan Kalingga Sendiri Memiliki Seorang Pendeta Yang Terkenal Bernama Janabadra. Sebagai Pusat Pendidikan Budha, Menyebabkan Seorang Pendeta Budha Dari Cina, Menuntut Ilmu Di Holing ( Kerajaan Kalingga ). Pendeta Itu Bernama Hou Ei- Ning Ke Holing, Ia Ke Kerajaan Kalingga Untuk Menerjemahkan Kitab Hinayana Dari Bahasa Sansekerta Ke Bahasa Cina Pada 664-665. Sistem Administrasi Kerajaan Ini Belum Diketahui Secara Pasti. Tapi Beberapa Bukti Menunjukkan Bahwa Pada Tahun 674-675, Kerajaan Ini Diperintah Oleh Seoarang Raja Wanita Yang Bernama Sima.


Di Kerajaan Kalingga Atau Holing Sendiri Banyak Ditemukan Barang-Barang Yang Bercirikan Kebudayaan Dong-Song Dan India. Hal Ini Menunjukkan Adanya Pola Jaringan Yang Sudah Terbentuk Antara Kerajaan Kalingga Atau Holing Dengan Bangsa Luar. Wilayah Perdaganganya Meliputi Laut China Selatan Sampai Pantai Utara Bali. Tetapi Perkembangan Selanjutnya Sistem Perdagangan Di Kerajaan Kalingga Atau Holing Mendapat Tantangan Dari Sriwijaya, Yang Pada Akhirnya Perdagangan Dikuasai Oleh Sriwijaya. Sehingga Sriwijaya Menjadi Kerajaan Yang Menguasai Perdagangan Pada Pertengahan Abad Ke-8. Kalingga Adalah Sebuah Kerajaan Bercorak Hindu Di Jawa Tengah, Yang Pusatnya Berada Di Daerah Kabupaten Jepara Sekarang. Kerajaan Kalingga Telah Ada Pada Abad Ke-6 Masehi Dan Keberadaannya Diketahui Dari Sumber-Sumber Tiongkok. Kerajaan Kalingga Pernah Diperintah Oleh Ratu Shima, Yang Dikenal Memiliki Peraturan Barang Siapa Yang Mencuri, Akan Dipotong Tangannya. Putri Ratu Shima, Parwati, Menikah Dengan Putera Mahkota Kerajaan Galuh Yang Bernama Mandiminyak, Yang Kemudian Menjadi Raja Ke 2 Dari Kerajaan Galuh.


Ratu Shima Memiliki Cucu Yang Bernama Sanaha Yang Menikah Dengan Raja Ke 3 Dari Kerajaan Galuh, Yaitu Bratasenawa. Sanaha Dan Bratasenawa Memiliki Anak Yang Bernama Sanjaya Yang Kelak Menjadi Raja Kerajaan Sunda Dan Kerajaan Galuh (723-732m). Setelah Ratu Shima Mangkat Di Tahun 732m, Sanjaya Menggantikan Buyutnya Dan Menjadi Raja Kerajaan Kalingga Utara Yang Kemudian Disebut Bumi Mataram, Dan Kemudian Mendirikan Dinasti / Wangsa Sanjaya Di Kerajaan Mataram Kuno. Kekuasaan Di Jawa Barat Diserahkannya Kepada Putranya Dari Tejakencana, Yaitu Tamperan Barmawijaya Alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya Menikahi Sudiwara Puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan Atau Bumi Sambara, Dan Memiliki Putra Yaitu Rakai Panangkaran.

sejarah kerajaan tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara diduga terletak di Bogor, Jawa Barat yang merupakan kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia. Dalam berita Cina, Tarumanegara disebut To-lomo. Berdirinya Kerajaan Tarumanegara diduga bersamaan dengan Kerajaan Kutai, yaitu pada abad ke-5 M.


Kehidupan politik Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan tertua di Pulau Jawa yang dipengaruhi agama dan kebudayaan Hindu. Letaknya di Jawa Barat dan diperkirakan berdiri kurang lebih abad ke 5 M. Raja yang memerintah pada saat itu adalah Purnawarman. Ia memeluk agama Hindu dan menyembah Dewa Wisnu.
Sumber sejarah mengenai Kerajaan Tarumanegara dapat diketahui dari prasasti-prasasti yang ditinggalkannya dan berita-berita Cina. Prasasti yang telah ditemukan sampai saat ini ada 7 buah. Berdasarkan prasasti inilah dapat diketahui bahwa kerajaan ini mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan Hindu. Prasasti itu menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta


Prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara berdasarkan tempat penemuannya, antara lain sebagai berikut.
Prasasti Ciaruteun (Ciampea), ditemukan di tepi Sungai Ciaruteun (Bogor)
dekat muaranya dengan Cisadane.
Prasasti Pasir Jambu (Koleangkak), ditemukan di daerah perkebunan
Jambu sekitar 30 km sebelah barat Bogor.
Prasasti Kebon Kopi, ini terletak di Kampung Muara Hilir, Cibungbulang
(Bogor). Ditulis dalam bentuk puisi Anustubh.
Prasasti Pasir Awi dan Prasasti Muara Cianten. Kedua prasasti ini
menggunakan aksara yang berbentuk ikal yang belum dapat di baca,
ditemukan di Bogor.
Prasati Tugu, ditemukan di daerah Tugu (Jakarta). Prasasti ini merupakan
prasasti terpanjang dari semua prasasti peninggalan Raja Purnawarman.
Prasasti ini berbentuk puisi Anustubh. Tulisannya dipahatkan pada sebuah
batu bulat panjang secara melingkar.
Prasasti Cidanghiang atau Prasasti Lebak, ditemukan di tepi Sungai
Cidanghiang, Kecamatan Munjul, Lebak (Banten).


Kehidupan Sosial-Ekonomi

Kehidupan perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian dan peternakan. Hal ini dapat diketahui
dari isi Prasasti Tugu yakni tentang pembangunan atau penggalian Saluran Gomati yang panjangnya 6112 tombak (12 km) dan selesai dikerjakan dalam waktu 21 hari. Selesai penggalian, Raja Purnawarman mengadakan
selamatan dengan memberikan hadiah 1.000 ekor sapi kepada para brahmana.

Pembangunanitu mempunyai arti ekonomis bagi rakyat karena dapat dipergunakan sebagai sarana pengairan dan pencegahan banjir. Dengan demikian, rakyat akan hidup makmur, aman dan sejahtera. Di samping Saluran Gomati, dalam Prasasti Tugu juga disebutkan adanya penggalian Saluran Candrabhaga.


Kehidupan Kebudayaan

Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf pada prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara maka dapat diketahui bahwa kehidupan kebudayaan masyarakat pada masa itu sudah tinggi.

kerajaan kutai

Banyak hasil penelitian yang menyebutkan bahwa kerajaan Hindu tertua di Indonesia adalah Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai yang berlokasi di hulu Sungai Mahakam, Kalimantan Timur adalah kerajaan bercorak Hindu pertama di Nusantara. Sumber utama Kerajaan Kutai ialah tujuh buah batu bertulis yang disebut yupa. Yupa itu ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Yupa itu diperkirakan ditulis pada tahun 400 M ( abad ke-5 M ). Dari yupa itu dapat diketahui bahwa raja yang memerintah ialah Mulawarwan, anak Aswawarman, dan merupakan cucu Kudungga.

Disebutkan pula dalam yupa itu bahwa Raja Mulawarman memberikan hadiah 1.000 ekor lembu kepada kaum brahmana. Selain itu, disebutkan pula bahwa Aswawarman adalah wangsakarta (pendiri dinasti).

Dari berbagai keterangan tersebut dapat dipastikan bahwa Kerajaan Kutai telah mendapat pengaruh Hindu.
Namun, pengaruh Hindu diduga setelah Kudungga selesai memerintah. Hal itu didasarkan pada nama Kudungga sendiri adalah nama asli Indonesia. Oleh karena itu Kudungga tidak disebut wangsakarta. Raja Mulawarman adalah raja terbesar Kutai dan telah memeluk agama Hindu.

Kehidupan Sosial-Ekonomi Kerajaan Kutai

Dilihat dari letak Kerajaan Kutai pada jalur perdagangan dan pelayaran antara Barat dan Timur maka aktivitas perdagangan tampaknya menjadi mata pencaharian yang utama. Rakyat Kutai sudah aktif terlibat dalam perdagangan internasional dan tentu saja mereka berdagang pula sampai ke perairan Laut Jawa dan Indonesia Timur untuk mencari barang-barang dagangan yang laku di pasaran Internasional. Dengan demikian, Kutai telah termasuk daerah persinggahan perdagangan internasional, yaitu Selat Malaka–Laut Jawa–Selat Makasar–Kutai-–Cina, atau sebaliknya.


Kebudayaan & Kepercayaan Kerajaan Kutai

Kehidupan kebudayaan masyarakat Kutai erat kaitannya dengan kepercayaan/agama yang dianut.
Yupa merupakan salah satu hasil budaya masyarakat Kutai, yaitu tugu batu yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia dari zaman Megalitikum, yakni bentuk menhir.
Salah satu yupa itu menyebutkan suatu tempat suci dengan nama Waprakeswara (tempat pemujaan Dewa Siwa). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kutai adalah pemeluk agama Siwa (hindu).

Selasa, 22 Februari 2011

sejarah kerajaan majapahit

Majapahit adl sebuah kerajaan kuno di Indonesia yg pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa kekuasaan Hayam Wuruk yg berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Majapahit menguasai kerajaan-kerajaan lain di semenanjung Malaya Borneo Sumatra Bali dan Filipina. Kerajaan Majapahit adl kerajaan Hindu-Buddha terakhir yg menguasai Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaan terbentang di Sumatra Semenanjung Malaya Borneo hingga Indonesia timur meskipun wilayah kekuasaan masih diperdebatkan.

Sejarah Kerajaan Majapahit

Ha terdapat sedikit bukti fisik sisa-sisa Majapahit dan sejarah tak jelas.Sumber utama yg digunakan oleh para sejarawan adl Pararaton - Kitab Raja-raja dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno.Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuk Majapahit. Sementara itu Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yg ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa itu hal yg terjadi tidaklah jelas.Selain itu terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu tetapi memiliki arti supernatural dalam hal dapat mengetahui masa depan. Namun demikian banyak pula sarjana yg beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima krn sejalan dgn catatan sejarah dari Tiongkok khusus daftar penguasa dan keadaan kerajaan yg tampak cukup pasti.

Sejarah Pendirian Kerajaan Majapahit

Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada tahun 1290 Singhasari menjadi kerajaan paling kuat di wilayah tersebut. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yg bernama Meng Chi ke Singhasari yg menuntut upeti. Kertanagara penguasa kerajaan Singhasari yg terakhir menolak utk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dgn merusak wajah dan memotong telinganya. Kublai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293. Ketika itu Jayakatwang adipati Kediri sudah membunuh Kertanagara. Atas saran Aria Wiraraja Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya menantu Kertanegara yg datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit yg nama diambil dari buah maja dan rasa “pahit” dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongolia tiba Wijaya bersekutu dgn pasukan Mongolia utk bertempur melawan Jayakatwang. Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongol sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukan secara kalang-kabut krn mereka berada di teritori asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka utk menangkap angin muson agar dapat pulang atau mereka harus terpaksa menunggu enam bulan lagi di pulau yg asing.
Tanggal pasti yg digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adl hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja yaitu pada tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dgn nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa termasuk Ranggalawe Sora dan Nambi memberontak melawan meskipun pemberontakan tersebut tak berhasil. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yg melakukan konspirasi utk menjatuhkan semua orang terpercaya raja agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti) Halayudha ditangkap dan dipenjara dan lalu dihukum mati.Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Anak dan penerus Wijaya Jayanegara adl penguasa yg jahat dan amoral. Ia digelari Kala Gemet yg berarti “penjahat lemah”. Pada tahun 1328 Jayanegara dibunuh oleh tabib Tanca. Ibu tiri yaitu Gayatri Rajapatni seharus menggantikan akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi pendeta wanita. Rajapatni menunjuk anak perempuan Tribhuwana Wijayatunggadewi utk menjadi ratu Majapahit. Selama kekuasaan Tribhuwana kerajaan Majapahit berkembang menjadi lbh besar dan terkenal di daerah tersebut. Tribhuwana menguasai Majapahit sampai kematian ibu pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putra Hayam Wuruk.

Kejayaan Kerajaan Majapahit

Hayam Wuruk juga disebut Rajasanagara memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masa Majapahit mencapai puncak kejayaan dgn bantuan mahapatih Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364) Majapahit menguasai lbh banyak wilayah. Pada tahun 1377 beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada Majapahit melancarkan serangan laut ke Palembang menyebabkan runtuh sisa-sisa kerajaan Sriwijaya. Jenderal terkenal Majapahit lain adl Adityawarman yg terkenal krn penaklukan di Minangkabau.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra semenanjung Malaya Borneo Sulawesi kepulauan Nusa Tenggara Maluku Papua dan sebagian kepulauan Filipina. Namun demikian batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampak tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yg mungkin berupa monopoli oleh raja[14]. Majapahit juga memiliki hubungan dgn Campa Kamboja Siam Birma bagian selatan dan Vietnam dan bahkan mengirim duta-duta ke Tiongkok.

Keruntuhan Majapahit

Sesudah mencapai puncak pada abad ke-14 kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Tampak terjadi perang saudara (Perang Paregreg) pada tahun 1405-1406 antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Demikian pula telah terjadi pergantian raja yg dipertengkarkan pada tahun 1450-an dan pemberontakan besar yg dilancarkan oleh seorang bangsawan pada tahun 1468.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yg berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adl tahun berakhir Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041 yaitu tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adl “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yg sebenar digambarkan oleh candrasengkala tersebut adl gugur Bre Kertabumi raja ke-11 Majapahit oleh Girindrawardhana.
Ketika Majapahit didirikan pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15 pengaruh Majapahit di seluruh nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan sebuah kerajaan perdagangan baru yg berdasarkan agama Islam yaitu Kesultanan Malaka mulai muncul di bagian barat nusantara.
Catatan sejarah dari Tiongkok Portugis (Tome Pires) dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus penguasa dari Kesultanan Demak antara tahun 1518 dan 1521 M.

Sistem Perekonomian Majapahit

Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Majapahit memiliki pejabat sendiri utk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yg menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.
Menurut catatan Wang Ta-yuan pedagang Tiongkok komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada garam kain dan burung kakak tua sedangkan komoditas impor adl mutiara emas perak sutra barang keramik dan barang dari besi. Mata uang dibuat dari campuran perak timah putih timah hitam dan tembaga. Selain itu catatan Odorico da Pordenone biarawan Katolik Roma dari Italia yg mengunjungi Jawa pada tahun 1321 menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dgn perhiasan emas perak dan permata.

Kebudayaan Majapahit

Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dgn perayaan besar keagamaan yg diselenggarakan tiap tahun. Agama Buddha Siwa dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha Siwa maupun Wisnu.
Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelum arsitek Majapahitlah yg paling ahli menggunakannya. Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dgn memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yg masih dapat ditemui sekarang adl Candi Tikus dan Candi Bajangratu di Trowulan Mojokerto.

Struktur Pemerintahan Majapahit

Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yg teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan tampak struktur dan birokrasi tersebut tak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya[21]. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan dgn para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasa diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawah antara lain yaitu:
  • Rakryan Mahamantri Katrini biasa dijabat putra-putra raja
  • Rakryan Mantri ri Pakira-kiran dewan menteri yg melaksanakan pemerintahan
  • Dharmmadhyaksa para pejabat hukum keagamaan
  • Dharmma-upapatti para pejabat keagamaan
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yg terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yg bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yg anggota para sanak saudara raja yg disebut Bhattara Saptaprabhu.
Di bawah raja Majapahit terdapat pula sejumlah raja daerah yg disebut Paduka Bhattara. Mereka biasa merupakan saudara atau kerabat dekat raja dan bertugas dalam mengumpulkan penghasilan kerajaan penyerahan upeti dan pertahanan kerajaan di wilayah masing-masing. Dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan yg dipimpin oleh seseorang yg bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:
  1. Kelinggapura
  2. Kembang Jenar
  3. Matahun
  4. Pajang
  5. Singhapura
  6. Tanjungpura
  7. Tumapel
  8. Wengker
  9. Daha
  10. Jagaraga
  11. Kabalan
  12. Kahuripan
  13. Keling

Raja-raja Majapahit

Berikut adl daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yg mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yg memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok.
  1. Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293 - 1309)
  2. Kalagamet bergelar Sri Jayanagara (1309 - 1328)
  3. Sri Gitarja bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 - 1350)
  4. Hayam Wuruk bergelar Sri Rajasanagara (1350 - 1389)
  5. Wikramawardhana (1389 - 1429)
  6. Suhita (1429 - 1447)
  7. Kertawijaya bergelar Brawijaya I (1447 - 1451)
  8. Rajasawardhana bergelar Brawijaya II (1451 - 1453)
  9. Purwawisesa atau Girishawardhana bergelar Brawijaya III (1456 - 1466)
  10. Pandanalas atau Suraprabhawa bergelar Brawijaya IV (1466 - 1468)
  11. Kertabumi bergelar Brawijaya V (1468 - 1478)
  12. Girindrawardhana bergelar Brawijaya VI (1478 - 1498)
  13. Hudhara bergelar Brawijaya VII (1498-1518)

Warisan Sejarah Kerajaan Majapahit

Majapahit telah menjadi sumber inspirasi kejayaan masa lalu bagi bangsa-bangsa Nusantara pada abad-abad berikutnya.
Kesultanan-kesultanan Islam Demak Pajang dan Mataram berusaha mendapatkan legitimasi atas kekuasaan mereka melalui hubungan ke Majapahit. Demak menyatakan legitimasi keturunan melalui Kertabhumi; pendiri Raden Patah menurut babad-babad keraton Demak dinyatakan sebagai anak Kertabhumi dan seorang Putri Cina yg dikirim ke luar istana sebelum ia melahirkan. Penaklukan Mataram atas Wirasaba tahun 1615 yg dipimpin langsung oleh Sultan Agung sendiri memiliki arti penting krn merupakan lokasi ibukota Majapahit. Keraton-keraton Jawa Tengah memiliki tradisi dan silsilah yg berusaha membuktikan hubungan para raja dgn keluarga kerajaan Majapahit sering kali dalam bentuk makam leluhur yg di Jawa merupakan bukti penting dan legitimasi dianggap meningkat melalui hubungan tersebut. Bali secara khusus mendapat pengaruh besar dari Majapahit dan masyarakat Bali menganggap diri mereka penerus sejati kebudayaan Majapahit.
Para penggerak nasionalisme Indonesia modern termasuk mereka yg terlibat Gerakan Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20 telah merujuk pada Majapahit sebagai contoh gemilang masa lalu Indonesia. Majapahit kadang dijadikan acuan batas politik negara Republik Indonesia saat ini. Dalam propaganda yg dijalankan tahun 1920-an Partai Komunis Indonesia menyampaikan visi tentang masyarakat tanpa kelas sebagai penjelmaan kembali dari Majapahit yg diromantiskan. Sukarno juga mengangkat Majapahit utk kepentingan persatuan bangsa sedangkan Orde Baru menggunakan utk kepentingan perluasan dan konsolidasi kekuasaan negara. Sebagaimana Majapahit negara Indonesia modern meliputi wilayah yg luas dan secara politik berpusat di pulau Jawa.
Majapahit memiliki pengaruh yg nyata dan berkelanjutan dalam bidang arsitektur di Indonesia. Penggambaran bentuk paviliun (pendopo) berbagai bangunan di ibukota Majapahit dalam kitab Negarakretagama telah menjadi inspirasi bagi arsitektur berbagai bangunan keraton di Jawa serta Pura dan kompleks perumahan masyarakat di Bali masa kini.
Pada zaman Majapahit terjadi perkembangan pelestarian dan penyebaran teknik pembuatan keris berikut fungsi sosial dan ritualnya. Teknik pembuatan keris mengalami penghalusan dan pemilihan bahan menjadi semakin selektif. Keris pra-Majapahit dikenal berat namun semenjak masa ini dan seterus bilah keris yg ringan tetapi kuat menjadi petunjuk kualitas sebuah keris. Penggunaan keris sebagai tanda kebesaran kalangan aristokrat juga berkembang pada masa ini dan meluas ke berbagai penjuru Nusantara terutama di bagian barat. Selain keris berkembang pula teknik pembuatan dan penggunaan tombak.
Meskipun tak ada bukti tertulis banyak perguruan pencak silat di Nusantara mengklaim memiliki akar tradisi hingga ke zaman Majapahit. Sebagai suatu rezim ekspansionis tentara Majapahit dapat diduga memiliki kemampuan bertempur yg lbh handal daripada bawahan-bawahannya.
Kebesaran kerajaan ini dan berbagai intrik politik yg terjadi pada masa itu menjadi sumber inspirasi tak henti-henti bagi para seniman masa selanjut utk menuangkan kreasi terutama di Indonesia. Berikut adl daftar beberapa karya seni Kerjaan Majapahit yg berkaitan dgn masa tersebut.
  • Serat Darmagandhul sebuah kitab yg tak jelas penulis krn menggunakan nama pena Ki Kalamwadi namun diperkirakan dari masa Kasunanan Surakarta. Kitab ini berkisah tentang hal-hal yg berkaitan dgn perubahan keyakinan orang Majapahit dari agama sinkretis “Buda” ke Islam dan sejumlah ibadah yg perlu dilakukan sebagai umat Islam.
  • Serial “Mahesa Rani” karya Teguh Santosa yg dimuat di Majalah Hai mengambil latar belakang pada masa keruntuhan Singhasari hingga awal-awal karier Mada (Gajah Mada) adik seperguruan Lubdhaka seorang rekan Mahesa Rani.
  • Komik/Cerita bergambar Imperium Majapahit karya Jan Mintaraga.
  • Komik Majapahit karya R.A. Kosasih
  • Strip komik “Panji Koming” karya Dwi Koendoro yg dimuat di surat kabar “Kompas” edisi Minggu menceritakan kisah sehari-hari seorang warga Majapahit bernama Panji Koming.
  • Sandyakalaning Majapahit (1933) roman sejarah dgn setting masa keruntuhan Majapahit karya Sanusi Pane.
  • Kemelut Di Majapahit roman sejarah dgn setting masa kejayaan Majapahit karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo.
  • Zaman Gemilang (1938/1950/2000) roman sejarah yg menceritakan akhir masa Singasari masa Majapahit dan berakhir pada intrik seputar terbunuh Jayanegara karya Matu Mona/Hasbullah Parinduri.
  • Senopati Pamungkas (1986/2003) cerita silat dgn setting runtuh Singhasari dan awal berdiri Majapahit hingga pemerintahan Jayanagara karya Arswendo Atmowiloto.
  • Dyah Pitaloka - Senja di Langit Majapahit (2005) roman karya Hermawan Aksan tentang Dyah Pitaloka Citraresmi putri dari Kerajaan Sunda yg gugur dalam Peristiwa Bubat.
  • Gajah Mada (2005) sebuah roman sejarah berseri yg mengisahkan kehidupan Gajah Mada dgn ambisi menguasai Nusantara karya Langit Kresna Hariadi.
  • Tutur Tinular suatu adaptasi film karya S. Tidjab dari serial sandiwara radio. Kisah ini berlatar belakang Singhasari pada pemerintahan Kertanegara hingga Majapahit pada pemerintahan Jayanagara.
  • Saur Sepuh suatu adaptasi film karya Niki Kosasih dari serial sandiwara radio yg populer pada awal 1990-an. Film ini sebetul lbh berfokus pada sejarah Pajajaran namun berkait dgn Majapahit pula.
  • Walisongo sinetron Ramadhan tahun 2003 yg berlatar Majapahit di masa Brawijaya V hingga Kesultanan Demak di zaman Sultan Trenggana.

Jumat, 18 Februari 2011

sejarah kerajaan singosari


Sejarah Kerajaan Singasari

19 februari 2011

Sumber-sumber yang menyebutkan tentang kerajaan Singhasari antara lain prasasti Mulamalurung. Prasasti ini dikeluarkan oleh Wisnu Wardhana raja Singhasari yang isinya menyebutkan pemberian hadiah desa Dandea Malurung oleh Wisnu Wardhana kepada Pranaraja. Juga disebutkan susunan raja di kerajaan Singasari.
Silsilah raja kerajaan singasari antara lain:
Silsilah raja kerajaan singasari

 

Ken Arok (1222–1227)

Pendiri Kerajaan Singasari ialah Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa).
Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227). Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha

Anusapati (1227–1248).

Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam.
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa ( tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.

Tohjoyo (1248)

Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.

Ranggawuni (1248–1268)

Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari.
Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.

Kertanegara (1268–-1292)

Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja.

Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara. Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa,dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol.
Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai nuka utusannya yang bernama Mengki. Tidakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke Jawa.
image
Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanaga beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan tersebut.
Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati.
Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha (Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

Kehidupan Kebudayaan

Kehidupan kebudayaan masyarakat Singasari dapat diketahui dari peninggalan candi-candi dan patung-patung yang berhasil dibangunnya. Candi hasil peninggalan Singasari, di antaranya adalah Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi Singasari. ADapun arca atau patung hasil peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes sebagai perwujudan dari Prajnyaparamita lambang kesempurnaan ilmu dan Patung Kertanegara dalam wujud Patung Joko Dolog.

sejarah sailendra

Asal-usul

Di Indonesia nama Śailendravamsa dijumpai pertama kali di dalam prasasti Kalasan dari tahun 778 Masehi (Śailendragurubhis; Śailendrawańśatilakasya; Śailendrarajagurubhis). Kemudian nama itu ditemukan di dalam prasasti Kelurak dari tahun 782 Masehi (Śailendrawańśatilakena), dalam prasasti Abhayagiriwihara dari tahun 792 Masehi (dharmmatuńgadewasyaśailendra), prasasti Sojomerto dari tahun 725 Masehi (selendranamah) dan prasasti Kayumwuńan dari tahun 824 Masehi (śailendrawańśatilaka). Di luar Indonesia nama ini ditemukan dalam prasasti Ligor dari tahun 775 Masehi dan prasasti Nalanda.
Mengenai asal usul keluarga Śailendra banyak dipersoalkan oleh beberapa sarjana. Berbagai pendapat telah dikemukakan oleh sejarawan dan arkeologis dari berbagai negara. Ada yang mengatakan bahawa keluarga Śailendra berasal dari Sumatra, dari India, dan dari Funan.

[sunting] Teori India

Majumdar beranggapan bahwa keluarga Śailendra di Nusantara, baik di Śrīwijaya (Sumatera) maupun di Mdaŋ (Jawa) berasal dari Kalingga (India Selatan). Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Nilakanta Sastri dan Moens. Moens menganggap bahwa keluarga Śailendra berasal dari India yang menetap di Palembang sebelum kedatangan Dapunta Hyang. Pada tahun 683 Masehi, keluarga ini melarikan diri ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyang dengan bala tentaranya.

[sunting] Teori Funan

George Cœdès lebih condong kepada anggapan bahwa Śailendra yang ada di Nusantara itu berasal dari Funan (Kamboja). Karena terjadi kerusuhan yang mengakibatkan runtuhnya kerajaan Funan, kemudian keluarga kerajaan ini menyingkir ke Jawa, dan muncul sebagai penguasa di Medang pada pertengahan abad ke-8 Masehi dengan menggunakan nama keluarga Śailendra. Namun teori ini tidak terbukti kuat karena beberapa prasasti dan catatan sejarah menyatakan bahwa sebelum bermukim di Jawa, keluarga Sailendra telah bermukim turun-temurun di Sumatera.[rujukan?]

[sunting] Teori Nusantara

Teori Nusantara mengajukan kepulauan Nusantara; terutama pulau Sumatera atau Jawa; sebagai tanah air wangsa ini. Teori ini mengajukan bahwa wangsa Śailendra mungkin berasal dari Sumatera yang kemudian berpindah dan berkuasa di Jawa, atau mungkin wangsa asli dari pulau Jawa tetapi mendapatkan pengaruh kuat dari Sriwijaya.
Menurut beberapa sejarawan, keluarga Śailendra berasal dari Sumatera yang bermigrasi ke Jawa Tengah setelah Sriwijaya melakukan ekspansi ke tanah Jawa pada abad ke-7 Masehi dengan menyerang kerajaan Tarumanagara dan Ho-ling di Jawa.[1]. Serangan Sriwijaya atas Jawa berdasarkan atas Prasasti Kota Kapur yang mencanangkan ekspansi atas Bhumi Jawa yang tidak mau berbhakti kepada Sriwijaya. Ia mengemukakan gagasannya itu didasarkan atas sebutan gelar Dapunta pada prasasti Sojomerto. Gelar ini ditemukan juga pada prasasti Kedukan Bukit pada nama Dapunta Hiyaŋ. Prasasti Sojomerto dan prasasti Kedukan Bukit merupakan prasasti yang berbahasa Melayu Kuna.
Teori Nusantara juga dikemukakan oleh Poerbatjaraka. Menurut Poerbatjaraka, Sanjaya dan keturunan-keturunannya itu ialah raja-raja dari keluarga Śailendra, asli Nusantara yang menganut agama Śiwa. Tetapi sejak Paņamkaran berpindah agama menjadi penganut Buddha Mahāyāna, raja-raja di Matarām menjadi penganut agama Buddha Mahāyāna juga. Pendapatnya itu didasarkan atas Carita Parahiyangan yang menyebutkan bahwa R. Sañjaya menyuruh anaknya R. Panaraban atau R. Tamperan untuk berpindah agama karena agama yang dianutnya ditakuti oleh semua orang.
Pendapat dari Poerbatjaraka yang didasarkan atas Carita Parahiyangan kemudian diperkuat dengan sebuah temuan prasasti di wilayah Kabupaten Batang. Di dalam prasasti yang dikenal dengan nama prasasti Sojomerto itu disebutkan nama Dapunta Selendra, nama ayahnya (Santanū), nama ibunya (Bhadrawati), dan nama istrinya (Sampūla) (da pū nta selendra namah santanū nāma nda bapa nda bhadrawati nāma nda aya nda sampūla nāma nda ..). Menurut Boechari, tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah bakal raja-raja keturunan Śailendra yang berkuasa di Mdaŋ.
Nama Dapunta Selendra jelas merupakan ejaan Melayu dari kata Sansekerta Śailendra karena di dalam prasasti digunakan bahasa Melayu Kuna. Jika demikian, kalau keluarga Śailendra berasal dari India Selatan tentunya mereka memakai bahasa Sanskrit di dalam prasasti-prasastinya. Dengan ditemukannya prasasti Sojomerto telah diketahui asal keluarga Śailendra dengan pendirinya Dapunta Selendra. Berdasarkan paleografinya, prasasti Sojomerto berasal dari sekitar pertengahan abad ke-7 Masehi.
Prasasti Canggal menyebutkan bahwa Sañjaya mendirikan sebuah lingga di bukit Sthīrańga untuk tujuan dan keselamatan rakyatnya. Disebutkan pula bahwa Sañjaya memerintah Jawa menggantikan Sanna; Raja Sanna mempunyai saudara perempuan bernama Sanaha yang kemudian dikawininya dan melahirkan Sañjaya.
Dari prasasti Sojomerto dan prasasti Canggal telah diketahui nama tiga orang penguasa di Mdaŋ (Matarām), yaitu Dapunta Selendra, Sanna, dan Sañjaya. Raja Sañjaya mulai berkuasa di Mdaŋ pada tahun 717 Masehi. Dari Carita Parahiyangan dapat diketahui bahwa Sena (Raja Sanna) berkuasa selama 7 tahun. Kalau Sañjaya naik takhta pada tahun 717 Masehi, maka Sanna naik takhta sekitar tahun 710 Masehi. Hal ini berarti untuk sampai kepada Dapunta Selendra (pertengahan abad ke-7 Masehi) masih ada sisa sekitar 60 tahun. Kalau seorang penguasa memerintah lamanya kira-kira 25 tahun, maka setidak-tidaknya masih ada 2 penguasa lagi untuk sampai kepada Dapunta Selendra.
Dalam Carita Parahiyangan disebutkan bahawa Raja Mandimiñak mendapat putra Sang Sena (Sanna). Ia memegang pemerintahan selama 7 tahun, dan Mandimiñak diganti oleh Sang Sena yang memerintah 7 tahun. Dari urutan raja-raja yang memerintah itu, dapat diduga bahwa Mandimiñak mulai berkuasa sejak tahun 703 Masehi. Ini berarti masih ada 1 orang lagi yang berkuasa sebelum Mandimiñak.
Karena teori Poerbatjaraka berdasarkan Carita Parahiyangan, maka keluarga Śailendra diduga berasal dari pulau Jawa yang berada dibawah pengaruh Sriwijaya. Tokoh Sanna dan Sanjaya berkaitan erat dengan sejarah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Mereka pada awalnya beragama Siwa seperti kebanyakan keluarga kerajaan permulaan di pulau Jawa seperti Tarumanagara dan Holing (Kalingga). Penggunaan bahasa Bahasa Melayu Kuna pada prasasti Sojomerto di Jawa Tengah serta penggunaan gelaran Dapunta menunjukkan bahwa keluarga Sailendra telah dipengaruhi bahasa, budaya, dan sistem politik Sriwijaya, hal ini menimbulkan dugaan bahwa mereka adalah vasal atau raja bawahan anggota kedatuan Sriwijaya. Hal ini seiring dengan kabar penaklukan Bhumi Jawa oleh Sriwijaya sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kota Kapur.
Berita Tiongkok yang berasal dari masa Dinasti Tang memberitakan tentang Kerajaan Ho-ling yang disebut She-po (Jawa). Pada tahun 674 Masehi rakyat kerajaan itu menobatkan seorang wanita sebagai ratu, yaitu Hsi-mo (Ratu Sima). Ratu ini memerintah dengan baik. Mungkinkah ratu ini merupakan pewaris takhta dari Dapunta Selendra? Apabila ya, maka diperoleh urutan raja-raja yang memerintah di Mdaŋ, yaitu Dapunta Selendra (?- 674 Masehi), Ratu Sima (674-703 Masehi), Mandimiñak (703-710 Masehi), R. Sanna (710-717 Masehi), R. Sañjaya (717-746 Masehi), dan Rakai Paņamkaran (746-784 Masehi), dan seterusnya.